18.2.10

Long Term Evolution

Jaringan Telekomunikasi Masa Depan Berbasis IP

Belakangan banyak didengungkan mengenai infrastruktur berbasis IP, terutama di bidang telekomunikasi. Banyak operator yang didorong oleh penyedia layanan infrastruktur untuk segera beralih menggunakan infrastruktur berbasis IP. Dorongan ini dilakukan dengan dalih penghematan anggaran operasional, flesksibilitas jaringan, serta peningkatan layanan. Selain itu, perpindahan ke jaringan berbasis IP ini perlu dilakukan untuk menanggulangi lonjakan trafik data yang sudah mulai terasa dampaknya saat ini.

Jika pada awalnya jaringan telekomunikasi ini menggunakan teknologi TDM (Time-Division Multiplexing), yang menggunakan multiplexing digital atau analog. Teknologi ini menggunakan dimana dua atau lebih aliran sinyal atau bit ditransmisi secara simultan sebagai sub-saluran di satu saluran komunikasi. Dalam teknologi GSM, saluran ini awalnya digunakan untuk mentransmisi suara.

TDM sebagai teknologi pengantar komunikasi ini ternyata dikenal sebagai jaringan yang mahal dan tidak fleksibel. Sistem ini mahal karena TDM yang menggunakan antarmuka jaringan transport leased line E1, sambungan microwave PDH/SDH, ataupun sistem fiber SDH, membutuhkan biaya tinggi untuk menyewa dan memelihara leased line baru. "Biaya ini bahkan lebih besar dibandingkan biaya untuk menggaji seluruh organisasi," terang Mike Adam, NSN APAC Broadband Connectivity.

Teknologi TDM yang digunakan untuk layanan 2G ini juga kurang fleksibel untuk menambahkan kapasitas jaringan. Sebab, berbagai kerumitan teknis akan menghadang ketika operator ingin melakukan penyesuaian atau peningkatan bandwidth.

Jaringan IP, Jaringan Telekomunikasi Generasi Baru

Menghadapi berbagai kerumitan ini, maka dibutuhkan jaringan telekomunikasi baru yang lebih fleksibel dan berbiaya rendah. Sehingga, jaringan inti berbasis IP menjadi pilihan, seperti direkomendasikan Judi Hartono, Acount Director Service Provider Juniper Network Indonesia, merekomendasikan.
Migrasi jaringan telekomunikasi ini sepertinya menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar jika operator masih ingin kompetitif dan menyediakan layanan terbaik bagi pelanggannya. Sebab ke depannya, diperkirakan perang harga antar operator akan menjadi kian sengit. Perang harga ini akan menjadi sulit dirasionalkan dengan biaya pemeliharaan dan operasional yang dibutuhkan jika operator bersikukuh dengan jaringan berteknologi tua. Apalagi diperkirakan lima miliar orang akan manggunakan jaringan telekomunikasi ini pada 2015, seperti dinyatakan Nokia Siemens Network. Dengan lima miliar orang yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi, daapt dibayangkan pula pertambahan trafik data yang akan terjadi.
Trafik data yang didorong oleh akses internet melalui ponsel ini, pada awalnya ditumpangkan pada saluran TDM yang digunakan untuk transmisi suara, seperti diungkap Mochammad Irzan, Senior Technical Consultant Juniper Networks Indonesia, ketika dijumpai SDA Asia di lobby Hotel Grand Melia, beberapa waktu lalu. Namun ketika tren penggunaan internet melalui jaringan GSM kian populer, jaringan suara yang digunakan bersama dengan trafik data itu tidak sanggup lagi menangani. Sehingga Operator membangun lagi jaringan TDM tersendiri untuk lalu lintas data, lanjut Irzan. Pertumbuhan trafik data ternyata terus melaju hingga akhirnya melebihi kapasitas trafik suara. Maka, daripada terus membangun jaringan TDM yang kapasitasnya terbatas (2Mbps) dan tidak fleksibel, Irzan menjelaskan bahwa lebih baik membangun satu jaringan berbasis IP, yang menumpangkan saluran suara diatasnya. Saluran suara yang ditumpangkan di atas jaringan IP ini kemudian dikenal dengan VoIP (Voice over Internet Protocol).

Dengan jaringan yang berbasis IP, selain menghemat biaya operasional, operator juga lebih siap mengadopsi LTE yang menjadi teknologi komunikasi generasi berikutnya.

Menggunakan jaringan IP sebagai penghantar suara, dapat mengkompresi besar data suara yang dikirimkan. Jika pada jaringan TDM yang berkapasitas 2Mbps itu hanya dapat menampung 30 saluran suara, pada jaringan IP besar data suara ini dapat dikompresi hingga 12-32 Kbps saja. Sehigga lebih banyak saluran yang dapat dibuat pada jatah kapasitas 2Mbps tersebut. Sayangnya, kompresi suara ini sepertinya berdampak pada kualitas suara yang dihantarkan melalui VoIP. Menengahi persoalan ini, Irzan menawarkan solusi dengan melakukan pilihan paket layanan. Untuk mereka yang membutuhkan banyak ruang untuk layanan suara, operator dapat mengoptimalkan saluran IP-nya untuk menjamin kualitas hantaran suara. Sementara bagi mereka yang menginginkan saluran data yang prima, dapat mereduksi kebutuhan bandwidth saluran untuk menghantar suara.

Eka Santhika